Minggu, 16 April 2017

Novel [ On Going ]

Perhatian— novel ini CUMA saya terbitkan di Blog pribadi saya dan Account Wattpad ID Vonny_azka. Setiap pelangggaran, pencurian hak cipta akan di tindak secara tegas.





Novel By Vonny Azka
Tittle : The Journay Of Aleysia
Genre : Random [WP//BLOG]
Author : Vonny Azka

Humor Dewasa 17+

Sinopsis 


Gue mengamati kode itu namun sulit; tidak bisa di pecahkan cuma dengan di lihat. Dan gue memutuskan untuk menggunakan aplikasi QR untuk memecahkan kode ini. Selang beberapa menit, kodepun terpecahkan. Gue membelalakan mata lebar-lebar ketika mengetahui kode apa yang di kirim Rio.

     Oh Shit! "why he so asshole like that. This is very annoyed I hate you Rio. Much." umpat gue, membaca kode itu yang isinya "lo pikir dengan mengirim teman-teman lo untuk ngintrogasi gue, gue jadi luluh gitu? Nggak akan. Gue nggak akan luluh dan jadi nurut sama lo pirang. Dan satu lagi yang ingin gue katakan 'fuck you'." emoticon jari tengah.

============================================================

WRITTEN BY VONNY_AZKA || All Rights Reserved


1. Aleysia Blake Nicholas
     

     Aleysia Blake Nicholas perempuan muda berusia 22tahun yang masih melanjutkan studynya ke jenjang S2 fakultas kesehatan di Universitas kenamaan Indonesia. Gadis yang berasal dari Afrika Selatan ini, lebih memilih Indonesia karena kecintaannya terhadap tanah air yang melebihi apapun. 

     Walaupun Ale sudah menetap dan tinggal di Indonesia selama 6 tahun, dia tidak mau melepaskan kewarganegaraan negara asalnya. Karena menurutnya itu adalah sebuah warisan dari leluhurnya dan dia tidak mau kehilangan karena itu. Dan dia tidak mau beranjak pergi dari Indonesia karena disinilah surganya. 

     Indonesia memberikan apa yang Afrika tidak berikan. Intinya Aleysia tidak mau pergi dari Indonesia.

     “Apapun keadaannya, Gue tidak akan meninggalkan Indonesia. Tidak tanpa berjuang.”

***

      Sepenggal diatas cerita dari gue yah. Ya begitulah adanya. Gue memang berasal dari Afrika Selatan. Namun jangan kalian bayangkan gue memiliki kulit yang hitam legam dan rambut afro. Gue itu berbeda dengan penduduk asli Afrika yang lain. Gue termasuk ras kulit putih yang menetap lama di Afsel dan dulu ikut berperang bersama Presiden Mandela. Bukan gue sih yang ikut perang. Itu orang tua gue dan antek-anteknya.

     By the way tentang Indonesia, gue belum lama ini menetap di negara Indah ini. Nggak kaya kalian yang sejak lahir sudah tumbuh dan berkembang di sini. Baru 6 tahun kemarin gue pindah kesini. Itupun kalau nggak di kenalin sama Opah tiri gue yang memang asli orang Indonesia gue nggak akan tahu negeri yang kaya seperti ini.
      Menginjakkan kaki pertama di Indonesia seakan membuat gue seperti menginjakkan kaki di surga.   
      Bayangkan, waktu di Bandara saja sudah terjadi peristiwa di luar nalar; seperti kecopetan, kejatuhan pot bunga dan intinya nggak enak banget waktu pertama kali disini. Apalagi paras gue ’kan paras Bule, waktu berjalan di koridor Bandara gue seperti sedang fashion show Versace untuk musim panas. 

     Coba kalian pikirkan. Orang luar kalau liburan kan pas waktu musim panas yaitu antara bulan Juni-Agustus dan setelahnya. Rencana gue mau pakai atasan yang gantung diatas pusar dan short pants. Wajar kalau di luar sana bahkan orang-orang tidak peduli gue berpakaian seperti apa. Namun tidak di Indonesia. Gue mengenakan seperti itu, dikira orang gila saja di siang bolong dan berjalan sendiri sambil mendorong troli koper itu. Opah gue cuma nunggu gue di rumah. Dan oh Ya Tuhan that emberassing moment in my life. 

     Gue lancar ngomong bahasa Indonesia? Karena gue belajar dari kalian. Gue ngomong gaul? Karena gue belajar dari kalian? 

     Gue itu orang baru disini dan orang baru itu harus belajar mengenai budaya dan tata krama negara tersebut agar kita nyaman tinggal dan orang-orang disekitar kita juga tidak risih dengan kehadiran kita.

     Gue tinggal di Apartemen Kalibata yang kata orang sihl apartemen khusus orang-orang borjuis. Tapi iya sih. Memang rata-rata yang tinggal disini anak-anak bos dan pejabat sialan yang kalian tidak tahu apa yang mereka lakukan kalau di apartemen.

     Gue seorang petualang dan penjelajah. Dari Sabang sampai Merauke gue kunjungi, gue jelajahi, gue nikmati. Itulah Hobby gue. Memang!. Gue suka ngabisin duit orang tua. Karena orang tua ya bekerja untuk kita. Dan untuk itu gue bantu mereka bekerja. Bantu ngabisin maksudnya. Tepat terpencil sekalipun gue jabanin. Pernah 3 episode gue ikut di MTMA tapi kalian tidak lihat karena aku menjadi back girl yang cuma ikut-ikutan adventure saja.

     Dan satu lagi, gue seorang penyayang. Kata orang sih gitu. Tapi entahlah. Karena gue punya banyak anak kali ya, jadi pikir mereka kalau gue itu penyayang. Padahal mereka sendiri nggak tahu; bukan anak manusia yang gue pelihara, melainkan anak kucing, anak anjing dan anak-anak yang lain. Gue takut untuk mongmong anak. Bukan karena gue nggak suka anak-anak tapi karena gue juga masih anak-anak. Because the baby will never have a baby in her life.
     
     Memiliki keputusan untuk mempunyai bayi, harus di miliki oleh setiap wanita yang sudah berpikiran matang dan kedepan. Karena menurut gue, gue sendiri masih bayi jadi bayi itu nggak mungkin merawat bayi.

     Terakhir, Gue mahasiswa kesehatan. Nggak terlalu panjang lebar gue jelasinnya. Karena masih berhubungan erat dengan hobby gue yang suka berpetualang dan menjelajah.

     Sekian Biography dari Gue, mending lo semua pindah ke Next chapter. Itu ada Sobat Gue, yang gantengnya tidak ketulungan. Dario Rey Bastien.



2. Dario Rey Bastien 



     “Dario! Dar! Darioooo.....”

      Pintu terbuka dan menampakkan seorang pria asli Indonesia berambut hitam yang menggoda.
     “Siapa kalian?” ucap Rio bingung.

      “.......”

      Rio tersenyum lebar “oh kalian temennya Ale? Mau apa kalian kesini?”

      “.......”

     “apa Biography gue? Pasti lo semua di suruh Ale yah?” Rio menyeringai.

      “......”

    “baiklah.. Mari masuk.” Dario Masuk kedalam dan duduk di sofa.
    “jadi mulai dari mana? Semua tentang gue? Baiklah.”

     Nggak banyak banget sih tentang gue, karena gue juga kehidupannya normal seperti kalian. Asli Indonesia tentu saja, dan sekolah 12 tahun iya jelas. Dan saat ini gue lagi kuliah juga sama kaya Ale, tapi gue ngambil Art & Photography. Karena cita-cita gue dari SMP pengin banget jadi fotografer majalah National Geographic.
       Bukan apa-apa. Kebetulan gue sama Ale itu punya hobby yang sama. Travelling lah, tapi bukan travelling ke tempat mahal seperti incess yah. Liburan kita mahal karena gede di ongkos. Kalau di lokasinya ya murah.

       “.......”

      Apa gue suka sama Ale? Nggaklah. Mana mungkin gue suka sama gadis aneh seperti itu. Kaya nggak ada gadis lain saja. Karena gue respect sama Ale dan gue nggak mau jatuh cinta sama sahabat sendiri. Lo catet ya janji gue.

       “.......”

       Awal ketemu Ale sih waktu itu nggak sengaja yah. Dulu waktu Ale pertama kali ke Indonesia dia itu jadi perempuan tersial yang pernah gue denger ceritanya. Dimulai dari insiden bandara, dikira orang gila, di grebeg pas lagi belajar kelompok. Intinya aneh-aneh banget deh kisah hidupnya dia.

       “........”

       Karena gue yang belajarin dia bahasa Indonesia. Nggak mungkin kan opahnya yang ngajarin. Sedangkan opah dia seorang diplomat yang everyday spoke in english. Ale itu senasib sama gue. Tinggal sendirian di apartemen mewah tanpa orang tua. Orang tua gue asli jawa namun ada sedikit keturunan Jerman dan itu juga asal-usul nama belakang gue.

       “.......”

       Benarkah gue tampan? Ah, kamu orang sekian yang bilang seperti itu.

       “........”

       Kelahiran gue? Okay. Gue lahir di Malang 22 July 1995. Sudah tua yah— Gue anak kedua dari 2 bersaudara. Bisa di dibilang anak bontot. Orang tua gue bekerja di Departemen Keuangan RI yang keduanya sama-sama orang sibuk. Dan kakak gue saat ini tengah di Oslo karena dia tengah kuliah dan kerja disana.

       “........”

       Mm Nothing. Selain travelling, gue juga hobbynya nyepa sih. Kadang sama Ale gitu ke tempat Spa. Kemana-mana berdua, ya sudah seperti saudara kembar lah. Gue juga suka musik barat khususnya yang alirannya EDM seperti Marshmello, Hardwell, Alesso, Alan Walker, Tiesto, Armin, Garitsen dll. Semuanya gue suka. Apalagi nanti tanggal 27 April ini Marshmello mau ke Indonesia. Gue harus beli ticket paling depan nih.

        “.......”

        Oke sama-sama. Terimakasih sudah mampir dan sedikit mengorek kisah tentang gue. Dan gue harap lo semua nggak jadi stalker kaya cerita sebelah. Gue takut kalau ada yang ngikutin gue, kaya apa gitu yah. Maaf yang pendek banget biography gue soalnya gue juga bukan termasuk orang-orang penting kaya Ale. dia ’kan mahasiswa kesehatan dan sastranya juga bagus. Jadi prestasinya dimana-mana.

       Okelah makasih sekali lagi, silahkan lo semua kembali ke Ale. Dan silahkan di lanjut ke chapter selanjutnya yang akan membahas cerita ini. Pasti kalian bingung pan dengan dialog ini? Ya udah check saja.


3. DECODE



Aleysia Blake [Point]

     Jam sudah menunjukan pukul 8.30 pagi WIB. Sial! Gue telat bangun karena tadi malem Rio sama Jasmine ngajak gue clubbing. Padahal mereka tahu kalau besokknya itu hari Rabu dan hari ini juga gue ada ujian. Mampus, Dosen marah-marah dah.

     Gue berjalan malas menuju kamar Mandi, menyibakkan tirai gue mulai mencuci muka dan menggunakan krim cuci muka yang katanya bikin gue 10 tahun lebih muda. Masah iya sih? Gue sih percaya aja karena setelah beberapa kali menggunakannya efeknya sudah kelihatan kok. Muka gue jadinya kaya anak 12 tahun ’kan.

     Setelah semuanya selesai, sikat gigi, dan yang lainnya gue mengelapnya dengan handuk mini yang letakkanya di sebelah westafel. Gue berjalan keluar dari kamar mandi, membuka jendela menghirup udara Jakarta yang Umphh— bau polusi. Tidak bisa di pungkiri lagi kalau Jakarta seperti itu. Masih mending di Johannesburg, udaranya masih segar disana karena rata-rata pabrik-pabrik semua ada di Capetown dan Pretoria. Jadi masih bisa menghirup udara segar pagi hari di Johannesburg.

     Gue mangmbil ponsel gue yang ada di nakas, membukanya dan ada beberapa pesan singkat yang masuk. Gue membuka satu-persatu. Semuanya biasa saja sih paling rata-rata mengucapakan ‘good morning Ale, have a nice day yah’

     ‘Ohayou Gozaimasu Ale-shan’
     ‘sugeng enjing mbak Ale’

     Dan lain-lain. Gue pusing bacanya satu persatu. Mereka mengirimkan salam menggunakan bahasanya masing-masing. Gue bingung. Gue di Indonesia cuma bisa dua bahasa yaitu Bahasa Indonesia dan bahasa gaul Indonesia. Gue nggak ngerti yang mereka omongin. Bukan karena nggak menghargaiin. Gue respect sama semua suku bangsa Indonesia. Tapi semuanya butuh proses nggak harus instans ’kan?

     Namun ada salah satu pesan yang membuatku ingin membukanya. Pesan dari belahan jiwa gue yang tak lain tak bukan yaitu Kevin. Pria berambut pendek itu penggila mobil offroad dan motor cross. Bukan alasan lain yang ia sukai.

     Tapi dia selalu membuatku keplek-keplek karena pesonanya. Bukan pria jawa yang songong dan sok care. Tapi pria jawa yang cuek dan menggoda. Butuh waktu lama untuk mendapatkan hatinya
     ‘salam untuk Aleysia Nicholas dari puncak gunung terbesar di pulau Jawa. Kapan kita kesini bareng, nok.’ dia WhatsApp gue dan mengirimkan gambar tulisan seperti itu diatas bunga edelweise dengan panggilan sayang ke Gue.
   
      Dia nggak mau manggil gue dengan panggilan sayang kekinian tapi dia mau melestarikan warisan leluhurnya dengan tidak membuang adat jawa walaupun pergi merantau.

     Gue tersenyum-senyum sendiri membacanya. Tandanya dia benar cinta mati ke Gue. Usianya sudah 28 tahun. Dan sudah berkali-kali dia mengajak untuk komitmen sama Gue, tapi Gue menolak. Gue tahu gue tengah melanjutkan S2 gue. Tapi bukan setelahnya untuk menikah. Aleysia memang gila cowok. Tapi tidak gila pernikahan apalagi kawin muda. Gue seorang ahli kesehatan sob, akan sangat memalukan kalau gue nikah diusia muda hanya karena nafsu.

     Terakhir gue baca pesan dari Rio, teman gue sekaligus tetangga sebelah. Usianya hampir sama kaya gue cuma dia masih di S1 dan sudah di semester akhir. Karena dia dulu pernah berhenti untuk nglanjutin karena masalah Ego.

     “Pecahkan Kode ini!” tulisnya di board WA.

     Gue membulatkan mata “What the Hell? What he's mean!”
     Gue terkekeh membaca celoteh Rio di WA. Yang gue tahu kalau memang pria itu suka bermain teka-teki yang gue sendiri juga bingung, kenapa Tuhan menciptakan pria seperti itu?

     Gue mengamati kode itu namun sulit; tidak bisa di pecahkan cuma dengan di lihat. Dan gue memutuskan untuk menggunakan aplikasi QR untuk memecahkan kode ini. Selang beberapa menit, kodepun terpecahkan. Gue membelalakan mata lebar-lebar ketika mengetahui kode apa yang di kirim Rio.

     Oh Shit! “why he so asshole like that. This is very annoyed I hate you Rio. Much.” umpat gue, membaca kode itu yang isinya “lo pikir dengan mengirim teman-teman lo untuk ngintrogasi gue, gue jadi luluh gitu? Nggak akan. Gue nggak akan luluh dan jadi nurut sama lo pirang. Dan satu lagi yang ingin gue katakan ‘fuck you’.” emoticon jari tengah.

      Menyebalkan!. Rio nggak mau nurutin kemauan gue. Teman macem apa dia. Janjinya mau ke puncak Semeru dan mau bawain semua bekal gue. Tapi ternyata emoticon poop yang dia kirim.

      Gue berang dengan message Rio, gue bangkit menuju kamar mandi membersihkan bau kecut yang ada ditubuh gue dan iler gue yang belum hilang. Gue nggak terlalu lama mandinya yang penting muka cerah dan wangi sabun lifeboy sudah cukup untuk membuat cowok-cowok terpikat dengan gue.

      Segera gue memakai jins dan baju casual bergambar di dada Tasmanian Devils yang agak kebesaran sampai diatas lutut. Kalau dilihat dari jauh memang kaya daster yang sering di pakai ibu-ibu hamil. Tapi ini bukan daster loh ya; hanya baju kebesaran yang menjadi style favorite gue.

      Nggak perlu sisiran karena rambut gue nggak basah, langsung gue pergi ke Apartemen Rio yang tepatnya di sebelah apartemen gue.
     Gue gedok-gedok pintu apartemen dengan kerasnya berkali-kali “RIO!!! RIOOOO!!!”.

      Shit! Rio belum bangun apa sih. Gue coba lihat di celah lubang yang ada di pintu yang gunanya buat ngintip orang. Sepi! Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan.
      Kemana sih Rio, apa jangan-jangan tadi malam dia nggak pulang. Ah- menyebalkan. Dia udah make a promise dengan gue kalau dia mabuk itu nggak bakal nyampai pagi dan kalau dia melanggar itu, dia bakal kena hukuman yang tidak pernah dia bayangkan.

      Gue menjadi badmood karena Rio nggak kunjung keluar-keluar juga. Gue berdecak dan gue memutuskan untuk kembali ke Apartemen gue. Namun setelah beberapa langkah meninggalkan pintu. Pintu itu terbuka dan memunculkan seorang pria yang shirtless manggil gue “Ale?”

      Otomatis gue menghentikan langkah gue dan menatap pria yang manggil gue itu. Gue mengernyitkan dahi karena gue nggak kenal sama sekali sama orang itu. Siapa dia? Pria putih berperawakan tinggi dan rambut tembaga dan tentu saja muka kusut khas bangun tidur yang sepertinya tidurnya terganggu karena panggilan keras gue tadi.
      “who are you?” mata gue terpicing mendeteksi bau-bau teroris yang bisa saja menyelinap sembarangan ke apartemen Rio. Apalagi Rio itu menurut gue cowok lemah. Tapi dia doyan banget pergi ke Kelab. Without absen dia, sampai pelayan sama bartendernya saja hapal.

     Gue mendekati cowok itu menatapnya lekat. Bau kecutnya tersamarkan dengan parfum maskulin cowok itu.
     Gila! Nih cowok mau tidur parfuman dulu kali yak!

     Cowok itu tersenyum miring lalu mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan gue “Ferdinand Bastien. Gue abangnya Rio.”

      Gue hanya melihat uluran tangan Ferdi tanpa menyentuhnya. Yang di balas dengan tolak pinggang gue “i looking for Rio, where is he?” kataku mendelik ke arahnya.
      Gue lihat si Ferdi memundurkan kepalanya melihat ekspresi gue yang siap menyerang. Memang typical gue kalau ketemu sama cowok baru di lingkungan ini.
      “Ah--Rio. Dia tidak pulang semalam. Entah sekarang pergi kemana.” ucapnya.

      Mendengar pernyataannya kalau Rio sudah melanggar janjinya, kepala gue langsung panas telinga gue seperti keluar asapnya. Muka gue serasa memerah karena kebanyakan makan chili.

      Gue langsung berbalik meninggalkan Ferdi yang masih mematung di pintu yang gue tahu pasti di pikirannya berputar-putar dan membuat persepsi kalau gue itu cewek Aneh!

       Gue banting pintu depan dengan keras. Sebal dengan kebohongan yang Rio lakukan. Ok, tadi malam gue memang bersamanya, kita kongkow bareng setelah itu kita langsung ke kelab di bilangan Menteng. Tapi gue nggak tahu kalau Rio itu nggak pulang kerumah. Soalnya tadi malam gue nyetir sendirian pakai SUV gue. Fuck Rio! Dia berani-beraninya nipu gue. Bukan seperti ini persahabatan yang gue inginkan. Gue langsung mengambil ponsel yang kebetulan ada di meja living room apartemen gue. Langsung gue mesagge dia

       To : Teh Rio
       “Pulang habis lo!”

      Gue langsung klik send dan semoga Rio membacanya. dan awas saja kalau kali ini dia nggak pulang.
      Gue langsung kembali masuk kekamar untuk ganti baju habis itu pergi langsung ke kampus. Karena hari ada ujian dan utungnya gue sudah menjadi mahasiswa semester akhir. Tinggal fokus sama tesis gue dan gue nggak mau ngurusin masalah yang tidak penting. Apa lagi tentang teh Rio itu.

***

Dario Bastien [Point]

      Ponsel gue bunyi dan gue langsung membukanya dan itu ternyata dari Ale.

      From : Ale-ale segar rasanya
      “pulang habis lo!”

      Gue hanya tersenyum membaca pesan dari Ale, yang gue rasa mesti disana Ale tengah memanyunkan bibirnya 5 centi. Ah gadis itu. Pirang, gemesin dan yah menyebalkan.      
      Pertemuan nggak sengaja di bandara yang sampai sekarang masih terjalin. Bukan karena gue suka sama Ale, gue nggak suka sama cewek royal kaya dia. Gue tuh sukanya cewek yang halus kaya putri solo. Tapi karena dia sahabat asing yang nggak sengaja gue temuin dan gue nggak akan lepasin begitu aja.

     Gue menenggak beer kaleng yang di meja dan ini sudah kelima kalinya gue meminum ini sejak party gila semalam dan syukurlah Ale nggak tahu tentang masalah ini. Paling yang dia tahu gue nggak pulang malam ini. Hahahah— sungguh nikmat ngerjain Ale-ale segar rasanya.

      “hai, Rio...” seorang wanita menghampiri gue. Refleks gue langsung menurunkan kaki gue yang gue gantung diatas meja. “Hai. What your name?” ucap gue waktu itu cewek berangsur mendekati gue dan duduk disamping gue.

      “Maya.” ucapnya dengan senyuman yang menghiasi wajah manisnya dan jangan lupa kalau tangannya mulai bergerak di daerah paha gue.
       Gila! Ini masih pagi girl. Ini cewek ngebet banget. Tapi gue masih bisa tahan nafsu liar gue. Gue menepis tangan Maya dan kelihatannya Maya malah seperti marah. Tapi biarlah, memang gadis pemuas nafsu cuma Maya doang.
     
       Banyak tinggal milih. Apalagi saat ini gue masih ada di kelab, karena kelab ini milih Darren teman gue juga teman Ale. Jadi ya sah-sah saja gue masih ada disini, makan disini, tidur disini. Lagian tuh si Darren juga belum kelihatan batang hidungnya, yang gue tahu pas terakhir kali malam tadi dia bersama 2 orang cewek IGO berambut pirang pergi entah kemana. So Luckily Darren!

       Gue kembali menenggak beer menghabiskan sisa di kaleng itu. Gue beranjak untuk meninggalkan Maya, namun jalang ini malah menarik tanganku “mau kemana boy?” ucapnya sensual yang serasa menggelitik ditelinga gue.

       Gue memutar bola mata “Gue bukan Boy, Boy udah mati. Nama gue Dario. Lo bisa panggil gue Rio.” dan gue lihat Maya hanya meringis mendengar pernyataan gue.

       Gue memang berucap kasar sama cewek. Apalagi cewek sekelas Maya yang jalangnya kelas rendahan udah gue caci maki dan toh mereka juga tidak marah apa jengkel. Soalnya udah takdir mereka dan tidak bisa ditolerir lagi kalau mereka memang jalang murahan.

       Maya melepaskan genggamannya di tangan gue, gue langsung pergi meninggalkannya dan memberikan kissbye sebagai tanda perpisahan. Gue pergi kekamar mandi, untuk buang hajat sebentar dan membersihkan tubuh gue yang masih agak bau alkohol. Gue melepas jacket boomber gue untung gue pakai kaos polos berwarna hitam jadi masih kelihatan keren walaupun tanpa jacket.

       Gue mencuci muka gue untuk membersihkan cumbuan-cumbuan wanita yang butuh kehangatan. Namun ponsel gue kembali berbunyi, gue membukanya dan ternyata dari Ale. Mau apa lagi sih ini Cewek.

       From : Ale-Ale segar rasanya.
       “lo udah balik? Dan jangan bilang kalau lo lupa janji lo sendiri. Kalau iya gue mau balik ke Afsel.”

       Gue membelalakan mata ketika mendapat pesan di WhatsApp gue. Yang di pikiran gue bukan karena Ale mau pulang. Tapi janji yang mana lagi yang gue beri ke dia. Udah banyak janji manis yang gue tebar kesemua cewek tak terkecuali Ale. Gue mencoba memutar memori gue, memori dimana itu terjadi dua minggu yang lalu.

FLASHBACK 2 WEEKS AGO.

      Ale tengah berjalan bersama Dina, Andien, dan Rosie dengan sukacita karena mereka berhasil mendapatkan nilai di atas KKM di Mata kuliah Mr. Armand. Dosen asal Stockholm, Swedia. Merupakan salah satu dosen killer yang kampus Ale punya. Susah payah, Aleysia dan kawan-kawan melalui mata kuliah Mr. Armand. Tapi, syukurnya mereka bisa melaluinya dengan sukses.

      Ale dan kawan-kawan tengah duduk di kantin ketika Dario datang. Dario mengenakan kemeja biru kotak-kotak dengan kancing terbuka yang pasti ada kaos putih didalamnya lumayan keren untuk seorang mahasiswa, ya tapi Ale nggak tertarik sama sekali dengan cowok cincay seperti si Dario.
“Hai Le.” sapa Dario yang di balas dengan tatapan dingin Aleysia.

       Aleysia menatap dingin Rio dan teman-temannya juga ikut menatapnya dengan ekspresi yang sama. Dario menjadi takut dan semakin gugup namun Dario berusaha mencari akal untuk mencairkan suasana yang tidak mengenakkan seperti sekarang ini. Dario menggigit bibir bawahnya ketika ia merasakan dirinya diintimidasi dengan tatapan mata biru Ale yang di lapisi softlen berwarna gelap yang tentu saja warna asli matanya masih kelihatan tajam menatap muka pria semlehoy itu.

       “mmm— Le, gue ada trayek sama Ardi lo mau gabung nggak?” kata Dario berusaha mencairkan suasana.

       Ale melepas kacamata anti radiasinya “trayek apa yang lagi lo kerjain?” tanya Ale.

       “sebulan lagi gue dan timnya Ardi mau explore Mahameru. Lo mau ikut?”

       Mata Ale langsung berbinar yang membuatnya semakin cantik. Gadis itu menggenggam tangan Rio “yang bener lo? Dont kidding me, man.”

       “Dua rius gue mau ngajak lo. Karena Ardi juga banyak teman yang mau ikut. Dina dan Andien juga boleh ikut. Kecuali Rosie, gue nggak mau berurusan sama bokap lo.” Rio menunjuk Rosie dan terlihat kalau Rosie tersenyum malu dan tidak menutupi fakta kalau Rosie memang Daddys little girl.

       Ale tersenyum “wah lo sahabat pribumi gue yang gue sayang banget yo.” Gadis pirang itu memeluk Rio dan Riopun membalasnya. Tapi tiba-tiba Ale langsung melepaskan pelukannya “tapi gue bawanya bakal banyak Yo, kaya waktu kemarin kita ke Prau. Ah-- gue nggak mau ikut ah. Gue nggak mau ngrepotin lo lagi.” Ale memanyunkan bibirnya.

       Rio segera membujuk Ale “’kan ada gue Le, gue nggak ngrasa direpotin kok. Gue ikhlas bawain semua bekal lo.”

       Mata Ale kembali berbinar “yang benar Yo. Gue nggak mau lo jadi sahabat dusta. Nanti lo di depan ngomongnya nggak apa-apa tapi kalau di belakang lo apa-apa lagi.”

       “Nggak akan Ale.” Rio menyelipkan rambut di belakang telinga Ale “gue janji akan bantu Lo. Lo sahabat luar biasa yang tidak pernah gue punya dengan sejuta keunikan lo. Youre the best friend i never had.”

       Ale terharu dan gadis itu langsung memeluk Rio dari samping “Ah— Thanks so much Rio.”

FLASHBACK OFF

       Gue bengong dan ponsel masih ditangan gue setelah memori itu berputar lagi. Ah benar-benar sial! Kenapa waktu itu gue harus minta-minta ke Ale, ngrayu-ngrayu dia lagi. Tuhan sekarang semuanya berbalik ke gue. Kalau gue nggak nurutin apa mau Ale bisa-bisa di nglakuin hal-hal yang di luar nalar—

       Ponsel gue kembali bunyi dan ternyata itu dari Ardi.
       From : Ardi Artpho
       “eh Mel, lo jadi ikut gue gak?”

       To : Ardi Artpho
       “jadi lah.”

       From : Ardi Artpho
       “lo jadi ajak Aleysia ’kan?”

       To : Ardi Artpho
       “entahlah. Dia lagi semedi soalnya jadi gak bisa di ganggu.”

        From : Ardi Artpho
        “kok bisa?”

        To : Ardi Artpho
        “ya lu tahu sendiri lah Ale kaya gimana?”

        From : Ardi Artpho
        “pokoknya gue nggak mau tahu. Ale harus ikut. Soalnya kalau dia nggak ikut tracking kita nggak rame mel.”

        To : Ardi Artpho
        “ya ya gue usahain dia ikut.”

        From : Ardi Artpho
        😊😊😊

        Sebal dengan nada perintah yang di lontarkan sama Ardi, temen satu kelas gue di Art & Photography. Kalau nggak diturutin ya otomatis treyek di batalin ’kan dia ketuanya. Dia yang membuat trayek ini berjalan. Dan sepertinya dia suka sama Ale tapi si pirang itu selalu cuek. Iyalah Ale sudah punya cowok. Mau di gibas Kevin kali.

        Okelah, gue memutuskan untuk pulang. Paling Ale sudah berangkat kekampus jadi gue aman. Dan katanya hari ini dia ada ujian; kecil kemungkinan untuk dia bolos.

        Gue melajukan audi putih gue keluar dari basemant kelab membelah jalanan ibukota yang sedikit lengang dari pada 3 jam yang lalu karena ini sudah jam 11 siang jadi orang-orang tengah sibuk di kantor masing-masing. Jadi gue nyantai-nyantai saja nyetirnya toh nanti juga sampai apartemen.

         Gue memarkirkan mobil di basemant dan langsung masuk ke lift yang menghubungkan langsung unit punya gue dan punya Ale. Dengan santainya gue menunggu lift sampai di lantai paling atas gedung ini. Hingga gue nggak sadar bahaya tengah mengintai gue.

         Pintu lift terbuka gue baru dua langkah keluar dari lift, namun mata gue langsung membelalak kaget melihat siapa yang tiba-tiba berdiri di depan gue. Dia mata birunya mengintimidasiku.

“Aleysia!”

—To Be Continued



Tidak ada komentar:

Posting Komentar